Jumat, 13 Januari 2012

I. Corsair Selundupan


(cuplikan-cuplikan cerita Bab I, chek cheki dot )
 
Langit Rum Cay Island sudah dipenuhi bayangan kelam, awan-awan hitam bergerak perlahan dan memunculkan kegelapan yang lebih kentara, seluruh nelayan sudah kembali ke rumah dan bersiap tidur nyenyak. Tidak satupun manusia yang berniat menyambangi pantai malam ini, cuaca terlihat tidak bersahabat, hembusan angin kencang nyata dimana-mana, badai laut sepertinya siap menghantam pantai, namun dua sosok bocah bertubuh ramping serius berdiri di dekat deburan ombak yang berhasil mencapai tepian berpasir.
Wajah keduanya membeku, bukan karena pengaruh cuaca buruk, tetapi karena jantung mereka berdebar-debar seakan berniat melakukan sebuah aksi berbahaya yang belum pernah dilakukan oleh bocah lain seusianya. Memang aneh, tidak biasanya ada bocah umur sepuluh tahunan yang berani bermain di awal kegelapan malam, bahkan tidak ada makhluk laut semacam kepiting yang mau berkeliaran, puluhan kepitingnya pasti memilih tidur dalam lubang persembunyian, gerangan apakah yang menyebabkan dua bocah mau bersusah-susah merapatkan jubah?
“Tib, benar ini ide bagus?” satu bocah berambut pirang menoleh ke samping dan bertanya pada temannya yang memiliki wajah mirip kambing. Si bocah pirang punya wajah imut yang terkesan pendiam, dia berkulit halus dan mata biru memunculkan aura kepolosan, namanya Daniel Rucastle.
“Yeah, Bragg yang bilang. Jika Bragg bicara, aku mempercayainya melebihi orang-orang suci pribumi Aruba. Ayolah…kau memilih ikut, bukan? Well, kita tunggu saja…” teman Daniel Rucastle itu menjawab enteng, sorot matanya sayu, sangat berbeda dengan gaya bicaranya yang terkesan punya tekad kuat, dia bernama Tibiamus Lochlan Paddleyork, dia berkata pelan sambil merapatkan jubah lusuh yang berwarna kecoklatan. Mereka memang seperti kebanyakan bocah lain yang senang bermain debur ombak dan berenang sepuasnya di laut. Tetapi…ini sudah luar biasa, berdiri di tepian pantai hingga kegelapan menyelimuti seluruh ruang lingkup pulaunya?...............................................



“Bagus, idiot! Sekarang aku tidak bisa mengenali wajah temanmu! Eh, benar dia bisa puisi?” sang pemilik suara berat bernama Oliver Bragg berteriak kesal karena Tib menjatuhkan lampu minyak, ia membantu sepupunya menaiki sekoci.
Daniel hanya terdiam dan berusaha menepis permukaan wajah yang terkena ombak, ia tidak bisa melihat secara sempurna, semua gelap, hanya berhasil memperhatikan dua sosok gelap bocah seusianya yang berada di atas sekoci, debur ombak makin keras menghujam tepi pantai.
“Tentu saudaraku! Aku mencarikan seorang bocah yang tepat untuk kalian, bisa berpuisi, sering menggigau dalam mimpi, pendiam, apalagi…dia tidak punya siapa-siapa!” terus berkata keras, Tibiamus tidak sadar kalau wajahnya menyentuh pinggul sang empunya suara mirip tikus, Bragg menariknya sesegera mungkin ke atas sekoci, dengan suatu tarikan kuat di kerah jubah.
“Wah, benar dia bisa puisi? Akhirnya…para Corsair(3) Valtra punya…hei pirang, jangan diam saja! Sini, mari kubantu…kenalkan, namaku Amumba,” si suara tikus berubah ramah dan beberapa jemari mungilnya yang penuh tenaga telah menggenggam pergelangan tangan Daniel, sekoci bergoyang-goyang terhempas ombak......................................................................................................................................


”Tatonya disihir...seorang Dwarf Bonaire punya kerjaan, Bragg bilang padaku...kulit tubuh para wakil kapten dan nakhoda dirajah dengan bantuan Semut Cabana yang sudah kena hipnotis asap pembakaran butir gula dan disihir supaya...” bisik Tib hati-hati, mulutnya menempel ke telinga Daniel, sayang kata-katanya terputus oleh Umba.
“Sesuai rencana, Mack...mereka…” kata Umba mantap, pipinya menggelembung berharap.
“Ya…terimakasih Umba, kau bisa kembali ke anjungan. Malam ini giliran atur kemudi…” si wajah cekung bernama Mack Revilla menyahut datar, suaranya lembut dan tak dibuat-buat, ia tetap memperhatikan peta aneh kulit penyunya, ada puluhan noktah kecil aneka rupa yang mondar-mandir dalam petanya, di sekitar Laut Karibia dan Teluk Meksiko! Sebentar saja, Umba yang berpostur pendek namun kuat telah menghilang dari kabin nakhoda.
“Hei, kau! Ya, rambut pirang! Ambil satu kursi dan cepat duduk! Sedangkan kau…wajah kambing…aku tak suka wajahmu! Naik ke atas dan bantu Umba! Mentang-mentang kau sepupu Bragg, siapa suruh masuk ruang nakhoda!” tiba-tiba bocah jangkung yang memakai jumper merah di seberang meja bangkit dan berkata kasar sambil pandangi mata Tib berulangkali. Daniel tidak tahu apa masalah mereka berdua, yang jelas…Tibiamus langsung memutar bola matanya seakan mengejek, tapi ejekan si jangkung memang tepat sasaran, pipi Tib terlalu panjang seperti pipi kambing.........................................



Rupanya kelasi-kelasi Valtra sedang berteriak gembira, dua drum air laut berisi tubuh Dozetti dan Tibiamus terlihat tegak berdampingan dekat anjungan. Mereka bersorak mengamati wajah mirip kambing Tib berubah tolol serta bibir si jangkung Doz yang bergetar hebat karena puluhan kepiting kecil asyik mencapit mesra tubuh keduanya, Tibiamus dan Dozetti betul-betul serius mengadakan pertarungan adu ketahanan tubuh dicapit kepiting.
Daniel terpaksa kembali memutar kepala, lagi-lagi ada sebuah pemandangan yang tidak biasa dan ia sukses menyaksikan tiga bocah dekil lainnya yang berdiri membantu Bragg menarik tali katrol sekoci, satu bocah mungil bercelana setinggi lutut berlari diantara mereka sambil menyodorkan sebotol minuman bening berlemak warna biru kepada empat bocahnya, secara bergantian. Bragg mungkin yang paling haus, tapi dia tidak benar-benar haus, dia mampu menarik tali katrol yang mengangkat sekoci keatas geladak kapal karena pengaruh minuman dari botol aneh itu, Daniel mengetahuinya…sekocinya bahkan luar biasa berat!
“Er, minuman itu…” Daniel terkejut, mata birunya melotot diantara keremangan dua cahaya lampu minyak.
“Masih banyak yang lain, Chop(9)! Kau belum tahu banyak siapa kami!” perkataan Daniel terputus oleh kata-kata seorang bocah kelasi ramping berambut merah yang berdiri di samping, sangat galak..........................................................................................................................................................


“Cukup main-mainnya! Kuingatkan, daftar-tilang-sendawa-buritan diberlakukan sebentar lagi! Umba siap mencatat siapa saja yang bersendawa atau meludah malam ini di buritan! Denda pelanggaran masih tetap sama yaitu memburu tikus selama tiga hari di kabin dapur! Tikusnya harus tidak boleh mati! Nah, baiklah, seluruh kelasi bersiap! Kita ke Windermere, Golden Chop dan Illustrious tengah mengintai satu kapal tembakau Brasil!” Mack Revilla berteriak nyaring, sebelah tangan memutar roda kemudi ke arah kanan secara perlahan.
Lagi-lagi mereka bersorak keras, acuhkan kelasi yang menggaruk wajah gatal akibat percikan sari buah peluru anggur, semuanya keluar dari celah-celah kecil persembunyian di sekeliling geladak. Ketika Umba mengambil alih roda kemudi, Revilla mengajak Daniel berjalan ke haluan, ke dekat patung rantai kembar yang membelit satu jangkar. Sebagian kelasi masuk kembali ke ruang palka, yang lain bertebaran di atas geladak, memanjat tali temali besar tepian kapal dan ada juga yang mempersiapkan sekumpulan musket kecil. Sementara Daniel menyimak penjelasan panjang Revilla tentang hukum persaudaraan para Corsair Britania, sesekali ia mencoba meneguk isi botol pemberian Umba serta merasakan pendaran kabut-kabut tipis aneh di sekelilingnya.
Dia tahu kabutnya nyata, namun mata menyadari bahwa ada yang tidak beres. Terkadang beberapa gumpalan kabut mengelilinginya, membentuk gambar ikan-ikan kecil secara samar, seakan mengejek dirinya sebagai pengangkut keranjang ikan. Angin juga selalu berputar kencang dari arah buritan, menghembuskan dan merubah kabut ikan-ikan itu menjadi kabut berbentuk kepala manusia berambut panjang dengan sirip gemulai di bagian bawah tubuh................................................................


“Huh, lagi-lagi surat! Harusnya peraturan diganti! Satu surat untuk enam bulan!” sungut Umba kesal, dia lepaskan roda kemudi secara tiba-tiba dan…
Trodden Valtra berguncang hebat! Kapalnya melompat-lompat di air dengan bagian haluan yang lebih dulu bergerak ke atas, lalu gantian bagian buritan, begitu seterusnya. Daniel merasa perutnya mual, laporan mengenai La Baja Express membuat Umba mempercepat laju Valtra dengan cara melepaskan kemudi sehingga kapalnya melompat-lompat perkasa di atas laut! Mata Daniel berubah konyol seiring roda kemudinya yang berputar cepat, beberapa lama kemudian…
“Belum biasa di laut, ya? Kukira apa...ternyata La Baja...” kata Revilla enteng, dia segera kembali ke ruang nakhoda, urusan merebut satu kapal dengan Golden Chop serta Illustrious sukses menjadikan ia pusing tujuh keliling.
“Melompat…di atas…air…” bisik Daniel terengah-engah, tidak percaya, matanya nanar, muntahannya ke dalam drum kayu kecil cukup banyak. Dia terduduk di lantai anjungan bagian belakang sambil memikirkan mengapa Valtra bisa melompat-lompat........................................................


“Kupikir, kali ini jangan menentang kehendak Persaudaraan, Mack. Aku juga dengar, saudara tiri Castro dan Buck Stammer lagi gencar melakukan promosi cari kelasi, termasuk…seorang bocah Nassau yang bernama William Cancelot, dia baru tiga hari jadi Corsair, tapi punya kapal sendiri, mungkin karena koneksinya banyak,” terang Umba bijaksana, dia bangkit dari kursi dan mengambil satu sabuk peluru anggur.
“Bagaimana ini? Apa kata Bragg kalau sepupunya tidak ikut dia?” sembur Revilla panas, ia mendadak menggebrak meja, tinjunya langsung terkepal di atas peta.
“Itu tugasmu, Mack…sebagai kapten kami…mengatur dan memimpin,” sahut Umba bergetar, kemudian mereka berdua melirik Daniel di ujung meja lainnya.
“Ada apa?” Daniel mendesah terkejut, tatapan Umba mulai menyiratkan rasa iba, entah kenapa...
“Kau serius mau gabung? Sebab, jika tidak…kami siap mengembalikanmu ke Rum Cay,” bisik Umba sedih.
“Benar…kau dan Tibiamus tidak bisa jadi kelasi Valtra. Aku bohong, sebenarnya aku punya masalah, kapal kami lebih dari cukup untuk melakukan penambahan kru lagi. Jika saja Bragg tidak bersikeras membawamu, aku takkan izinkan Valtra menuju perairan Rum Cay,” kata Revilla sebal, sambil sesekali perhatikan peta, cahaya matanya menyorotkan pandangan murka berbahaya...................






Tidak ada komentar:

Posting Komentar