(cuplikan-cuplikan cerita Bab I, chek cheki dot )
Langit Rum Cay Island sudah dipenuhi bayangan kelam, awan-awan
hitam bergerak perlahan dan memunculkan kegelapan yang lebih kentara, seluruh
nelayan sudah kembali ke rumah dan bersiap tidur nyenyak. Tidak satupun manusia
yang berniat menyambangi pantai malam ini, cuaca terlihat tidak bersahabat, hembusan
angin kencang nyata dimana-mana, badai laut sepertinya siap menghantam pantai, namun
dua sosok bocah bertubuh ramping serius berdiri di dekat deburan ombak yang
berhasil mencapai tepian berpasir.
Wajah keduanya membeku, bukan karena pengaruh cuaca buruk, tetapi karena jantung
mereka berdebar-debar seakan berniat melakukan sebuah aksi berbahaya yang belum
pernah dilakukan oleh bocah lain seusianya. Memang aneh, tidak biasanya ada
bocah umur sepuluh tahunan yang berani bermain di awal kegelapan malam, bahkan
tidak ada makhluk laut semacam kepiting yang mau berkeliaran, puluhan kepitingnya
pasti memilih tidur dalam lubang persembunyian, gerangan apakah yang
menyebabkan dua bocah mau bersusah-susah merapatkan jubah?
“Tib, benar ini ide bagus?” satu bocah berambut pirang menoleh ke samping
dan bertanya pada temannya yang memiliki wajah mirip kambing. Si bocah pirang
punya wajah imut yang terkesan pendiam, dia berkulit halus dan mata biru memunculkan
aura kepolosan, namanya Daniel Rucastle.
“Yeah, Bragg yang bilang. Jika Bragg bicara, aku mempercayainya melebihi orang-orang
suci pribumi Aruba.
Ayolah…kau memilih ikut, bukan? Well, kita tunggu saja…” teman Daniel Rucastle itu
menjawab enteng, sorot matanya sayu, sangat berbeda dengan gaya bicaranya yang
terkesan punya tekad kuat, dia bernama Tibiamus Lochlan Paddleyork, dia berkata
pelan sambil merapatkan jubah lusuh yang berwarna kecoklatan. Mereka memang
seperti kebanyakan bocah lain yang senang bermain debur ombak dan berenang
sepuasnya di laut. Tetapi…ini sudah luar biasa, berdiri di tepian pantai hingga
kegelapan menyelimuti seluruh ruang lingkup pulaunya?...............................................
“Bagus, idiot! Sekarang aku
tidak bisa mengenali wajah temanmu! Eh, benar dia bisa puisi?” sang pemilik
suara berat bernama Oliver Bragg berteriak kesal karena Tib menjatuhkan lampu
minyak, ia membantu sepupunya menaiki sekoci.
Daniel hanya terdiam dan
berusaha menepis permukaan wajah yang terkena ombak, ia tidak bisa melihat
secara sempurna, semua gelap, hanya berhasil memperhatikan dua sosok gelap
bocah seusianya yang berada di atas sekoci, debur ombak makin keras menghujam
tepi pantai.
“Tentu saudaraku! Aku
mencarikan seorang bocah yang tepat untuk kalian, bisa berpuisi, sering
menggigau dalam mimpi, pendiam, apalagi…dia tidak punya siapa-siapa!” terus
berkata keras, Tibiamus tidak sadar kalau wajahnya menyentuh pinggul sang
empunya suara mirip tikus, Bragg menariknya sesegera mungkin ke atas sekoci, dengan
suatu tarikan kuat di kerah jubah.
“Wah, benar dia bisa
puisi? Akhirnya…para Corsair(3) Valtra
punya…hei pirang, jangan diam saja! Sini, mari kubantu…kenalkan, namaku Amumba,”
si suara tikus berubah ramah dan beberapa jemari mungilnya yang penuh tenaga
telah menggenggam pergelangan tangan Daniel, sekoci bergoyang-goyang terhempas
ombak......................................................................................................................................
”Tatonya disihir...seorang
Dwarf Bonaire punya kerjaan, Bragg bilang padaku...kulit tubuh para wakil
kapten dan nakhoda dirajah dengan bantuan Semut Cabana yang sudah kena hipnotis
asap pembakaran butir gula dan disihir supaya...” bisik Tib hati-hati, mulutnya
menempel ke telinga Daniel, sayang kata-katanya terputus oleh Umba.
“Sesuai rencana, Mack...mereka…”
kata Umba mantap, pipinya menggelembung berharap.
“Ya…terimakasih Umba, kau bisa
kembali ke anjungan. Malam ini giliran atur kemudi…” si wajah cekung bernama
Mack Revilla menyahut datar, suaranya lembut dan tak dibuat-buat, ia tetap
memperhatikan peta aneh kulit penyunya, ada puluhan noktah kecil aneka rupa
yang mondar-mandir dalam petanya, di sekitar Laut Karibia dan Teluk Meksiko! Sebentar saja, Umba yang berpostur pendek
namun kuat telah menghilang dari kabin nakhoda.
“Hei, kau! Ya, rambut pirang! Ambil satu kursi dan cepat duduk!
Sedangkan kau…wajah kambing…aku tak suka wajahmu! Naik ke atas dan bantu Umba!
Mentang-mentang kau sepupu Bragg, siapa suruh masuk ruang nakhoda!” tiba-tiba
bocah jangkung yang memakai jumper merah di seberang meja bangkit dan berkata
kasar sambil pandangi mata Tib berulangkali. Daniel tidak tahu apa masalah mereka
berdua, yang jelas…Tibiamus langsung memutar bola matanya seakan mengejek, tapi
ejekan si jangkung memang tepat sasaran, pipi Tib terlalu panjang seperti pipi
kambing.........................................
Rupanya kelasi-kelasi Valtra sedang
berteriak gembira, dua drum air laut berisi tubuh Dozetti dan Tibiamus terlihat
tegak berdampingan dekat anjungan. Mereka bersorak mengamati wajah mirip
kambing Tib berubah tolol serta bibir si jangkung Doz yang bergetar hebat
karena puluhan kepiting kecil asyik mencapit mesra tubuh keduanya, Tibiamus dan
Dozetti betul-betul serius mengadakan pertarungan adu ketahanan tubuh dicapit
kepiting.
Daniel terpaksa kembali
memutar kepala, lagi-lagi ada sebuah pemandangan yang tidak biasa dan ia sukses
menyaksikan tiga bocah dekil lainnya yang berdiri membantu Bragg menarik tali katrol
sekoci, satu bocah mungil bercelana setinggi lutut berlari diantara mereka
sambil menyodorkan sebotol minuman bening berlemak warna biru kepada empat bocahnya,
secara bergantian. Bragg mungkin yang paling haus, tapi dia tidak benar-benar
haus, dia mampu menarik tali katrol yang mengangkat sekoci keatas geladak kapal
karena pengaruh minuman dari botol aneh itu, Daniel mengetahuinya…sekocinya
bahkan luar biasa berat!
“Er, minuman itu…” Daniel
terkejut, mata birunya melotot diantara keremangan dua cahaya lampu minyak.
“Masih banyak yang lain, Chop(9)! Kau belum tahu banyak siapa
kami!” perkataan Daniel terputus oleh kata-kata seorang bocah kelasi ramping
berambut merah yang berdiri di samping, sangat galak..........................................................................................................................................................
“Cukup main-mainnya! Kuingatkan,
daftar-tilang-sendawa-buritan diberlakukan sebentar lagi! Umba siap mencatat
siapa saja yang bersendawa atau meludah malam ini di buritan! Denda pelanggaran
masih tetap sama yaitu memburu tikus selama tiga hari di kabin dapur! Tikusnya
harus tidak boleh mati! Nah, baiklah, seluruh kelasi bersiap! Kita ke
Windermere, Golden Chop dan Illustrious tengah mengintai satu kapal tembakau Brasil!”
Mack Revilla berteriak nyaring,
sebelah tangan memutar roda kemudi ke arah kanan secara perlahan.
Lagi-lagi mereka bersorak
keras, acuhkan kelasi yang menggaruk wajah gatal akibat percikan sari buah
peluru anggur, semuanya keluar dari celah-celah kecil persembunyian di sekeliling
geladak. Ketika Umba mengambil alih roda kemudi, Revilla mengajak Daniel
berjalan ke haluan, ke dekat patung rantai kembar yang membelit satu jangkar.
Sebagian kelasi masuk kembali ke ruang palka, yang lain bertebaran di atas
geladak, memanjat tali temali besar tepian kapal dan ada juga yang mempersiapkan
sekumpulan musket kecil. Sementara Daniel menyimak penjelasan panjang Revilla
tentang hukum persaudaraan para Corsair Britania, sesekali ia mencoba meneguk
isi botol pemberian Umba serta merasakan pendaran kabut-kabut tipis aneh di sekelilingnya.
Dia tahu kabutnya nyata, namun
mata menyadari bahwa ada yang tidak beres. Terkadang beberapa gumpalan
kabut mengelilinginya, membentuk gambar ikan-ikan kecil secara samar, seakan
mengejek dirinya sebagai pengangkut keranjang ikan. Angin juga selalu berputar
kencang dari arah buritan, menghembuskan dan merubah kabut ikan-ikan itu
menjadi kabut berbentuk kepala manusia berambut panjang dengan sirip gemulai di
bagian bawah tubuh................................................................
“Huh, lagi-lagi surat!
Harusnya peraturan diganti! Satu surat untuk enam bulan!” sungut Umba kesal,
dia lepaskan roda kemudi secara tiba-tiba dan…
Trodden Valtra berguncang
hebat! Kapalnya melompat-lompat di air dengan bagian haluan yang lebih dulu
bergerak ke atas, lalu gantian bagian buritan, begitu seterusnya. Daniel merasa
perutnya mual, laporan mengenai La Baja Express membuat Umba mempercepat laju
Valtra dengan cara melepaskan kemudi sehingga kapalnya melompat-lompat perkasa
di atas laut! Mata Daniel berubah konyol seiring roda kemudinya yang berputar
cepat, beberapa lama kemudian…
“Belum biasa di laut, ya?
Kukira apa...ternyata La Baja...” kata Revilla enteng, dia segera kembali ke ruang
nakhoda, urusan merebut satu kapal dengan Golden Chop serta Illustrious sukses
menjadikan ia pusing tujuh keliling.
“Melompat…di atas…air…” bisik
Daniel terengah-engah, tidak percaya, matanya nanar, muntahannya ke dalam drum
kayu kecil cukup banyak. Dia terduduk di lantai anjungan bagian belakang sambil
memikirkan mengapa Valtra bisa melompat-lompat........................................................
“Kupikir, kali ini jangan
menentang kehendak Persaudaraan, Mack. Aku juga dengar, saudara tiri Castro dan
Buck Stammer lagi gencar melakukan promosi cari kelasi, termasuk…seorang bocah
Nassau yang bernama William Cancelot, dia baru tiga hari jadi Corsair, tapi
punya kapal sendiri, mungkin karena koneksinya banyak,” terang Umba bijaksana,
dia bangkit dari kursi dan mengambil satu sabuk peluru anggur.
“Bagaimana ini? Apa kata Bragg
kalau sepupunya tidak ikut dia?” sembur Revilla panas, ia mendadak menggebrak
meja, tinjunya langsung terkepal di atas peta.
“Itu tugasmu, Mack…sebagai
kapten kami…mengatur dan memimpin,” sahut Umba bergetar, kemudian mereka berdua
melirik Daniel di ujung meja lainnya.
“Ada apa?” Daniel mendesah
terkejut, tatapan Umba mulai menyiratkan rasa iba, entah kenapa...
“Kau serius mau gabung? Sebab,
jika tidak…kami siap mengembalikanmu ke Rum Cay,” bisik Umba sedih.
“Benar…kau dan Tibiamus tidak
bisa jadi kelasi Valtra. Aku bohong, sebenarnya aku punya masalah, kapal kami
lebih dari cukup untuk melakukan penambahan kru lagi. Jika saja Bragg tidak
bersikeras membawamu, aku takkan izinkan Valtra menuju perairan Rum Cay,” kata
Revilla sebal, sambil sesekali perhatikan peta, cahaya matanya menyorotkan pandangan
murka berbahaya...................
Tidak ada komentar:
Posting Komentar